Tuesday, June 02, 2009

Harapan Terbentang Perunggasan 2009

Jika melihat perjalanan dunia usaha perunggasan domestik yang dalam kurun waktu tahun 2008 lebih banyak menanjak menggembirakan, maka, menyongsong tahun 2009 para praktisi perunggasan ternyata secara umum banyak yang mengungkapkan rasa optimistisnya.


Demikian hasil rangkuman pendapat dari perbincangan Tim Pemantau Lapangan Infovet dengan para praktisi perunggasan yang kompeten dan berpengalaman di bidangnya. Mereka itu antara lain, Pengurus Pinsar Solo Ir H Agus ES, Drh Boris Budiarto, Ir Arief Bantula, dan Drh Wachid N.


Gantungan sejuta harapan di tahun 2009 mendatang memang mempunyai argumen yang kuat untuk dijadikan pegangan dan dasar alasan sikap itu. Setidaknya dalam paruh waktu 2008 para peternak ayam petelur dan ayam potong di Indonesia memang mampu, meraup keuntungan yang tidak kecil. Meskipun sempat dihadang sejumlah masalah klasik seperti harga pakan yang sempat naik berkali-kali kemudian dikoreksi penurunan lagi. Juga adanya kenaikan BBM yang berdampak pada daya beli masyarakat yang turun ataupun sergapan beberapa gangguan kesehatan ayam.


Bentangan harapan itu antara lain di wujudkan dengan sejumlah indikator yang positip. Meskipun ada rasa was-was akan akibat krisis finansial global, terutama efek domino krisis ekonomi di AS. Banyak harapan dari para praktisi perunggasan agar pemerintah mengambil kebijakan yang tepat sasaran dan kondusif untuk lebih mendukung semakin majunya sektor perunggasan domestik.


Meski nilai mata uang rupiah yang terus melemah terhadap dollar AS, menjadi salah satu titik rawan berkembangnya usaha sektor perunggasan domestik, namun jika saja daya serap dan daya beli masyarakat bisa terjaga atau bahkan naik, hal itu bukan masalah. Untuk itu kebijakan pemerintah yang tegas dan lugas serta rasional, maka diharapkan masih mampu menyisakan rasa optimistis itu. Bahkan nampaknya rasa itu akan membentang luas, jika saja pemerintah benar-benar menurunkan harga BBM (Premium, Solar dan Gas) , sebab komoditi energi itu termasuk penitng dalam kegiatan usaha perunggasan di Indonesia.


Boris menilai bahwa krisis finansial di AS semoga cepat teratasi dengan cepat dan juga semoga imbasnya tidak terlalu parah dan lama bagi kegiatan ekonomi Indonesia. Menghindar dan mengelak jelas tidak mungkin, tapi berharap terbaik adalah salah satu bentuk optimistis. Terutama kaitannya dengan kandungan impor bahan baku untuk kegiatan usaha sektor perunggasan, seperti pakan, obat-obatan. Sebut saja pakan yang merupakan 65% dari biaya produksi sektor perunggasan di mana hampir kandungan impor untuk bahan bakunya, maka sudah pasti rentan terhadap gejolak nilai kurs mata uang.
Agus sependapat bahwa bahan baku dan obat impor kini penuh ketidak pastian bahkan dengan pola kencenderungan harga naik terus sesuai irama kurs rupiah. Namun jika saja saya serap pasar akan hasil produksi perunggasan seperti telur dan daging tetap terjaga, maka setidaknya masih mampu memberi ruang kepada para peternak untuk bertahan dengan harapan besar di tahun mendatang.


Sedangkan, Wachid menilai bahwa beban berat saat ini bukan pada biaya operasional, akan tetapi justru rasa was-was yang menghinggapi para pelaku bisnis perunggasan. Hal itu muncul oleh karena belum tahu pasti seperti apa dampak negatid yang akan lahir dari kasus krisis finansial di AS. Juga seberqapa lama krisis itu akan berjalan dan sektor apa saja yang akan paling parah terkena imbasnya.


Sektor perunggasan menjadi sangat rentan oleh karena seperti diuraikan dimuka, yaitu akibat kandungan bahan impor yang relatif cukup tinggi, sedangkan pasar hasil produksi masih terbatas di area domestik alias dalam negeri. Untuk itu, secara umum para pelaku perunggasan nampaknya semua bersifat menunggu dengan harap cemas.


Lain dengan Boris yang berharap banyak keapda para pelaku justru jangan bersifat menunggu saja, namun justru harus aktif kreatif membuka pasar atau ada langkah inovasi untuk meraih peluang. Berbicara peluang, menurut praktisi lapangan Arief Bantula, bahwa sejak krisi finansial, memang belum terasa terhadap omset penjualan obat-obatan secara signifikan. Gairah para peternak masih tinggi, bahkan ada keinginan untuk ekspansi pada ayam potong dan peremajaan pada peternak ayam petelur. Namun, sayang semua terbentur pada tersedianya bibit yang memadai.


Menurut Arief, harga bibit ayam petelur melambung tinggi dengan ketidak pastian kualitas yang cukup, akhirnya membuat peternak mengerem untuk peremajaan. Sedangkan pada ayam potong, meski harga bibitnya masih wajar, namun semua peternak ada rasa was-was untuk menambah populasi, terkait dengan kekhawatiran akan naiknya harga pakan dan anjlognya daya serap pasar akan hasil produksi. Maka kondisi dilematid ini menyebabkan serapan akan obat-obatan dan vitamin relatif tetap stabil. “Omset penjualan obat memang tidak turun, akan tetapi juga tidak naik”ujar Aried.
Indikasi riil tentang stabilnya omset penjualan obat, menurut Wachid merupakan bukti bahwa dunia perunggasan sudah mulai terkena imbas krisis finansial AS. Sebab seharusnya justru akan mengalami peningkatan omset penjualan obat seandainya kondisi riil harga telur dan daging yang terus membaik selama hampir 6 bulan terakhir ini. Namun ternyata tidak terjadi. Bisa juga oleh karena tidak adanya penambahan populasi yang signifikan.


Memang benar tidak ada penambahan populasi ayam yang signifikan, jelas Agus, namun itu justru lebih baik agar harga jual hasil produksi tetap terjaga, sehingga tidak semakin membuyarkan dunia perunggasan domestik. Sebab nampaknya jika terjadi PHK besar-besaran pada industri pabrik yang ekspornya terganggu, maka pasti akan mempengaruhi daya serap pasar.


Untuk itu menurut Agus pembatasan produksi DOC memang harus alamiah sesuai dengan kondisi riil pasar. Sedangkan Boris, berharap produski DOC digenjot agar populasi meningkat populasinya untuk semakin menggairahkan usaha perunggasan. Jika tidak ada penambahan populasi, maka pertumbuhan usaha produksi obat akan stagnan.


Pilihan manapun, apapun, pada umumnya mereka sepakat bahwa harapan dan rasa optimistis memang harus ditumbuhkan dengan antisipasi yang rasional akan dampak negatif krisis finansial global ini. (iyo).


(Taken from Infovet).

0 comments:

Post a Comment